Senin, 13 April 2009

Pend. Dasar 1


Kualitas SD Masih Diabaikan
Delapan Standar Belum Dipenuhi
Sabtu, 17 Mei 2008 | 00:44 WIB

Jakarta, kompas - Untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar, pemerintah terkesan lebih suka menempuh cara instan, antara lain dengan menyelenggarakan ujian akhir sekolah berstandar nasional atau UASBN. Delapan standar pendidikan di sekolah yang lebih penting justru diabaikan.

Penilaian ini dilontarkan Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia S Hamid Hasan dan pengamat pendidikan HAR Tilaar secara terpisah di Jakarta, Jumat (16/5). Menurut Hasan, sebelum menyelenggarakan UASBN, mestinya pemerintah memprioritaskan pemenuhan delapan standar nasional pendidikan untuk di sekolah.

Delapan standar itu adalah standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar kompetensi lulusan, serta standar isi. Selanjutnya, standar proses, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, serta standar penilaian pendidikan.

Menurut Hasan, jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan, mestinya kualitas sekolah dulu yang dilihat. ”Apakah sudah sesuai standar pendidikan nasional yang ditetapkan atau belum?” ujarnya.

Jika belum, standar pendidikan nasional tersebut harus dipenuhi dulu secara bertahap. ”Kenyataannya, pemerintah lebih suka mengambil jalan pintas, yakni untuk meningkatkan kualitas pendidikan, lalu dilakukan UASBN untuk siswa setingkat sekolah dasar,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, UASBN hasilnya tidak akan optimal jika tidak didukung pemenuhan standar pendidikan nasional. Misalnya, soal gedung sekolah yang diatur dalam standar sarana dan prasarana pendidikan, hingga kini masih banyak bangunan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang rusak parah. Kekurangan ruangan kelas umumnya mengorbankan pendidikan siswa kelas I dan II SD yang antara lain bentuknya berupa penggabungan dalam satu ruangan kelas. ”Padahal, pendidikan pada level ini sangat membutuhkan pembelajaran yang sungguh-sungguh,” ujarnya.

Belum lagi sekolah yang rusak ringan dan rusak parah. Dari data Depdiknas tahun 2006/2007, tercatat 475.986 ruangan kelas rusak ringan dan rusak berat.

Kondisi guru SD juga masih jauh dari sejahtera dan memenuhi kualifikasi guru profesional. Dari 1,25 juta guru SD, sebanyak 417.389 guru masih berpendidikan setaraf SMA dan yang berpendidikan D-1-D-3 sebanyak 624.404 guru.

Dengan kondisi guru yang masih jauh dari kualifikasi profesional tersebut, proses pembelajaran yang seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, dan menyenangkan masih jauh dari harapan. Begitupun suasana pendidikan yang menantang dan memotivasi siswa untuk kreatif belum dapat diterapkan. Sekolah negeri umumnya masih menyajikan pembelajaran konvensional yang memandang siswa sebagai obyek yang harus disuapi ilmu dari guru di kelas.

Arah tidak jelas

HAR Tilaar mengatakan, arah kebijakan pendidikan Indonesia ini semakin tidak jelas. Proses belajar yang tercipta mulai tingkat SD mengandung nilai paksaan, menakut-nakuti, dan mengembangkan sikap terabas. Hak anak untuk berkembang sesuai potensi dan kemampuannya lewat pendidikan sedini mungkin justru semakin terabaikan.

”Padahal, setiap anak punya potensi masing-masing. Ada yang unggul di satu bidang, namun bisa jadi lemah di bidang lain. Sekarang dengan UASBN, semua siswa harus sama-sama menguasai tiga pelajaran yang diujikan. Potensi siswa tidak dimunculkan di sini,” ujarnya.

Menurut dia, jika di level SD saja pendidikan berkualitas tidak bisa dicapai, pasti akan berpengaruh pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. ”Mau tidak mau, arah pendidikan kita perlu dievaluasi kembali agar bisa memunculkan potensi siswa,” kata Tilaar. (ELN)

0 komentar on "Pend. Dasar 1"

Posting Komentar

 

novira tri risanti Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez