Kamis, 14 Mei 2009

Pend. Menengah 2



Eksistensi Guru, Siswa dan Kurikulum di Sekolah Menengah
Dikirim oleh: Nurjanah, 23-Jul-08 19:50:57, Dibaca: 3761x
A. Pendahuluan.
Guru, siswa dan kurikulum merupakan komponen utama untuk berlangsungnya pendidikan disekolah (UUSPN, 1989: Murgratroyad & Morgan: 1994). Dalam wacana pendidikan nasional aspek ini selalu menjadi bagian penting dari upaya untuk membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan. Bahkan proses belajar mengajar disekolah akan berlangsung secara baik manakala ketiga unsur ini berada dalam keserasian sehingga proses pembelajaran berlangsung secara lebih efektif. Akan tetapi ketiga hal ini memberikan bagian penting dari pelaksanaan pembelajaran manakala sinergisitas terbangun dalam suasana kondusif, yang tentunya masing-masing unsure ini menjadi bagian penting dari pendidikan nasional.
Dewasa ini, bahwa siswa, guru dan kurikulum sering mendapat sorotan dalam dunia pendidikan (Beeby, 1982;Tilar, 1995;Supriadi&Jalal,2001; Fullen,1993:Unruh&Alexander, 1070). Unruh dan Alexander (1970) melihat bahwa inovasi pendidikan sering memberikan sasaran pada perbaikan ketiga unsure tersebut. Siswa mengalami dinamika social dan psikologi, yang secara kontekstual akan mempengaruhi bagaimana mendidik anak yang sebenarnya. Guru sebagai fasilitator pembelajaran disekolah harus meningkatkan kemampuan professional (Mantja, 1998) secara terus menerus yang artinya secara kontekstual bagaimana melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Demikian juga kurikulum sebagai seperangkat acuan (Zais, 1976) dalam pelaksanaan pendidikan harus mencerminkan kebutuhan siswa dengan segala kompleksitasnya dalam kehidupan social dan iptek.
Dalam sistem pendidikan nasional bahwa guru sebagai komponen utama (Depdiknas, 2002) dalam pelaksanaan pendidikan. Tapi guru masih merupakan permasalahan pendidikan nasional yang penting untuk diperhatikan oleh pemerintah dan ahli pendidikan, dan terutama bagaimana untuk meningkatkab profesionalisme dan kualitasnya. Dri sederetan masalah yang dihadapi tentang guru dan tenaga pendidikannya, yang paling mengemuka adalah tentang pro-fesionalisme, kualitas dan kesejahteraan guru (Bank Dunia, 1998 dalam Jalal & Supriadi, 2001). Kegagalan dan keberhasilan pendidikan lalu kerap dikaitkan dengan kemampuan guru dalam mengarahkan proses pembelajaran dikelas atau proses pendidikan secara keseluruhan.
Siswa disekolah menengah mempunyai tingkat perkembangan kepribadian dan social yang berada dimana pada masa transisi dari anak-anak ke masa remaja. Masa remaja disekolah menengah menghadapi beberapa aspek utama perkembangan kejiwaan anak yaitu berkaitan dengan status social dan keragaman kemampuan kognisi yang akan mempengaruhi proses pendidikan disekolah. Latar belakang social seperti keluarga , ekonomi masing-masing anak yang berbeda akan mempengaruhi pada prestasi anak disekolah. Dengan kondisi perkembangan siswa masa kini maka proses pendidikan memerlukan kondisi kondusif agar perkembangan kemampuan kognitif, efektif dan psikomotorik siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Kurikulum merupakan salah satu komponen utama pendidikan yang merupkan bagian penting dari terciptanya proses pendidikan disekolah. Karena disinilah ditentukan tujuan, isi, methode dan aktifitas pembelajaran dan evaluasi dikelas (Zais, 1976). Dalam UUSPN No.2 Th 1989 dijelaskan tentang karakter kurikulum sekolah “Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan technology serta kesenian, sesuai dengan kesenian dan jenjang masing-masing satuan pendidikan (pasal, 37). Ini artinya, bahwa kurikulum hendaknya sangat mempertimbangkan aspek perkembangan peserta didik baik secara psikis dan fisik.
B. Sosok Guru Disekolah.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia sampai sekarang ini belum menggembirakan, yang memberikan indikasi pada masih rendahnya kualitas kelulusan yang dihasilkan. Dimana bahwa lulusan diberbagai jenjang pendidikan tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan. Sementara kualitas pendidikan nasional masih jauh dari apa yang diharapkan semua pihak, yang tentunya tidak kalah pentingnya untuk dibenahi adalah guru sebagai komponen utama pendidikan, guru sebagai tulang punggung pendidikan disekolah. Untuk itulah perhatian terhadap guru, secara keseluruhan dari semua pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan kualitas pendidikan perlu dilaksanakan. Peran dan fungsi guru (Soedjiarto, 1989; Suryadi, 2001; Soeyanto; 2001) disekolah menjadi bagian pening dari upaya menciptakan tercapainya kualitas proses pembelajaran yang efektif.
Dalam era ilmu pengetahuan dan technology plus era globalisasi peran guru menjadi begitu kompleks, yang tentunya menuntut tingkat profesionalitas yang tinggi dalam melakukan proses pembelajaran. Ini disebabkan karena sekolah menjadi tempat untuk menyiapkan kemampuan peserta didik yang memadai sesuai dengan kapasitas intelektualnya. Dalam buku SPTK-21 (Depdiknas, 2002) tugas utama guru antara lain, yaitu : (1) menjabarkan kebijakan dan landasan pendidikan dalam wujud perencanaan pembelajaran dikelas dan diluar kelas. (2) mengaplikasikan komponen-komponen pembelajaran sebagai suatu system dalam proses belajar mengajar. (3) melakukan komunikasi dalam komunitas profesi, social dan memfasilitasi pembelajaran masyarakat. (4) mengelola kelas dengan pendekatan dan prosedur yang tepat dan relevan dengan karakteristik peserta didik. (5) meneliti, mengembangkan, dan berinovasi dibidang pendidikan dan pembelajaran, dan mampu memanfaatkan hasilnya untuk pengembangan profesi.
Unnruh dan Alexander (1970) mengungkapkan peran guru yang semakin kompleks meliputi ; (1) melakukan diagnosis ; mampu menganalisis kondisi yang mempengaruhi pembelajaran siswa. (2) guru sebagai pembuat keputusan : terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan perubahan system sekolah, baik ditingkat local dan ataupun tingkat dinas. (3) guru yang cooperative : bekerjasama dengan siswa, staf dalam menyukseskan pembelajaran disekolah. (4) peran strategis berupa ketrlibatan dalam merencanakan dan mendesign perkembangan masing-masing siswa, membuat penilaian yang tepat, membuat perencanaan tentang sprektum kurikulum yang lebih luas. (5) guru sebagai manager : menyiapkan sumber daya dan keahlian untuk melancarkan pembelajaran siswa, termasuk bantuan staff atau asisten dan sebagainya. (6) guru sebagai fasilitator proses pembelajaran melalui dinamika kelompok, belajar mandiri, penelitian dan berbagai eksperimen bidang study. (7) guru sebagai pembimbing siswa untuk memotivasi kreatifitas, dengan rasa empati, penuh kehangatan dan saling mengerti. (8) guru sebagai evaluator.
Lebih jauh dari itu bahwa (Coley dalam Bacharach, 1990) menjelaskan tentang tiga peran pembelajaran yang lebih luas sebagai pengambil keputusan dikelas, yang meliputi tugas pembelajaran, konseling dan pengelolaan. Disamping itu ada tiga fungsi guru, yaitu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi merupakan fungsi yang harus dijalankan dalam rangka mewujudkan proses pemvelajaran dikelas. Keinginan untuk memberikan fungsi yang lebih luas kepada guru adalah untuk memberikan tingkat otonomi yang tinggi dalam memimpin proses belajar mengajar dikelas sehingga guru dapat membina anak dengan tingkat ketergantungan yang rendah terhadap guru.
John Goodled (Suyanto, 2001) melakukan penelitian dengan publikasi pendidikan “ Behind The Classroom Door”, menemukan bahwa kualitas pembelajaran akan sangat ditentukan oleh guru, manakala guru sudah memasuki ruang kelas serta pintu kelas tertutup maka kehidupan kelas akan menjadi wewenang dan tanggung jawab seorang guru. Guru merupakan sosok penting yang akan mewarnai suasana kehidupan didalam kelas. Apakah guru mampu untuk memberikan dan membangun motivasi anak untuk berprestasi atau tidak ? disinilah guru diharapkan dapat membangun komunikasi yang efektif dalam rangka menciptakan hubungan interaktif antara guru dan siswa dikelas. Sehingga tuntutan guru profesional menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran disekolah.
Menurut Garys A Davis dan Margaret A Thomas (dikutip Suyanto, 2001) bahwa guru professional mempunyai empat kemampuan yaitu pertama kemapuan yang terkait dengan iklim belajar dikelas meliputi ; 1) memiliki ketrampilan interpersonal, khusunya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa dan ketulusan 2) memiliki hubungan baik dengan siswa 3) mampu menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus; 4) mampu menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; 5) mampu menciptakan atmosfer untuk tumbuhnya kerjasama dan kohesifitas antar dan dalam kelompok 6) mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasi dan merencanakan pembelajaran; 7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; 8) mampu meminimalkan friksi-friksi dikelas. Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran meliputi; 1) memiliki kemampuan untuk menangani siswa yang tidak mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; 2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkat berfikir yang berbeda untuk semua siswa 3) kemampuan yang terkati dengan umpan balik dan penguatan meliputi ; 1) mampu memberikan umpan balik yang positif atas respon siswa; 2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar 3)mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; 4) mampu memberikan kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri meliputi; 1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif 2) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pembelajaran yang relevan ( dikutip dari Suyanto, 2001 pada kompas/10/2/2001) .
Dalam Study Basic Education Quality (EEP, 1992 dalam suryadi, 2001) bahwa guru professional mempunyai karakteristik meliputi; 1) kemampuan professional sebagai kemampuan intelegensia, sikap dan prestasi dibidang pekerjaan, 2) upaya professional sebagai upaya untuk menerapkan kemampuan professional dalam menerapkan kegiatan professional dalam proses belajar mengajar 3) waktu yang dicurahkan untuk kegiatan professional adalah intensitas waktu untuk mengajar, 4) akuntabilitas profesi manakala pekerjaan yang dilakukan dapat menjamin kesejahteraan hidupnya.
Posisi penting guru merupakan tanggung jawab profesi dan moril untuk meningkatkan upaya-upaya professional dalam memimpin pembelajaran dikelas (fullen. 1993) guru hendaknya bersikap lebih demokratis dikelas. Kelas harus dikondisikan sebagai tempat untuk meningkatkan kemampuan intelegensia siswa. Guru dalam memimpin pembelajaran dikelas hendaknya mengarahkan perkembangan siswa secara maksimal. Guru hendaknya mampu untuk memotivasi siswa agar termotivasi untuk menguasai pengetahuan yang diberikan, memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan prestasi belajar. Sejalan dengan upaya ini maka pengembangan pribadi siswa baik emosi dan intelektualnya hendaknya bagian penting yang menjadi perhatian seorang guru. Karena bagaimanapun seorang guru harus memperhatikan perbedaan kemampuan siswa menghadapi perkembangan intelektual dan emosional yang maksimal.
Tapi bagaimanapun upaya guru untuk meningkatkan prestasi siswa tanpa dukungan semua unsure yang ada disekolah termasuk karyawan danorang tua yang ada diluar sekolah, maka tidak akan mencapai hasil maksimal. Untuk itulah disamping bekerjasama dengan siswa, guru juga dituntut untuk bekerjasama dengan staff sekolah lainnya dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk mencapai prestasi siswa. Staff sekolah yang berupaya untuk memberikan bantuan-bantuan layanan dalam menunjang proses pembelajaran disekolah.
C. Siswa dan Kurikulum di Sekokah Menengah.
1. Siswa di sekolah menengah.
Siswa disekolah menengah sedang berada pada masa remaja, yang memiliki beberapa karakteristik perkembangan yang meliputi : aspek social masa remaja yang sudah mulai menyadari kehadiran lingkungan social sekitarnya seperti keluarga, sekolah dan masyarakat serta diiringi dengan keinginan untuk membangun hubungan dan komunikasi dengan orang orang disekitarnya. Secara intelektual perkembangan remaja telah mulai untuk berpikir logis terhadap masalah-masalah yang dihadapinya. Secara emosi bahwa pada masa remaja seorang telah mengenal rasa cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan dengan lawan jenis. Pada masa remaja, emosinya sangat sensitive dan temperamental kreatif dalam menghadapi peristiwa social (Yusuf, 2000)
Pembelajaran siswa disekolah menengah tentunya tidak lepas dari bagaimana perkembangan kejiwaan dan pandangan siswa. Seiring dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan technology, khususnya arus informasi yang begitu cepat, baik dari media elektronika atau media masa, bahwa masa remaja disekolah mengalami perubahan yang sangat cepat, arus pendidikan berlangsung dalam setiap sisi kehidupan remaja. Proses pendewasaan kerpribadian kehidupan masa remaja semakin cepat berlangsung dan bahkan sekolah sebagai lembaga formal lamban dalam mengantisipasi perkembangan tersebut. Kompleksitas masalah remaja nampaknya perlu menjadi perhatian guru disekolah dalam mengantarkan siswa ke pencapaian prestasi yang memuaskan. Berkaitan dengan hal ini bahwa guruhendaknya memberikan perhatiab terhadap siswa pada tingkat perkembangan serta kesulitan yang dihadapinya dalam pembelajaran.
Nampaknya kehidupan siswa disekolah untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya pembelajaran merupakan tanggung jawab siswa agar mencapai prestasi yang dihharapkan. Upaya ini tentunya dengan membangun motivasi siswa untuk belajar lebih aktif dan giat, karena pada masa in siswa membutuhkan dorongan yang lebih bagus untuk aktif disekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan system pembelajaran yang bervariasi seperti melalui study kelompok, bantuan tutorial (Unruh dan Alexander, 1970). Untuk meingkatkan motivasi siswa dalam belajar maka diperlukan kurikulum yang relevan dengan realita kehidupan yang dihadapi siswa. Kurikulum yang tidak menarik sering membuat siswa jenuh dan bosan untuk belajar dikelas. Dengan memberikan tanggungjawab belajar mandiri merupakan upaya untuk membangun motivasi belajar seperti pembelajaran sendiri, penelitian mandiri, pembelajaran kelompok, workshop siswa dan sebagainya (Unruh dan Alexander 1970). Hal ini jelas tidak jauh berbeda dengan kondisi siswa sekolah menengah di Indonesia , dimana kehidupan social kalangan remaja akan mempengaruhi tingkat motivasi siswa belajar..
Kehidupan remaja yang sudah menampakkan perhatian pada kehidupan social dapat tercermin dari kehidupan siswa pada kegiatan organisasi sekolah. Aktivitas siswa baik dalam bentuk kegiatan olahraga, kesenian, kegiatan social dan kelompok belajar akan meningkat seiring dengan terus meningkatnya minat siswa untuk berpartisipasi dalam kehidupan social. Disamping kondisi ini, pada diri remaja berkembang perilaku penolakan terhadap situasi social terkadang yang, khusus berkaitan dengan kehidupan moral yang cenderung kadang diaanggap mengekang dan membatasi dinamikanya yang (Husen, 1979; Rohlen, 1983; Unruh & Alexander, 1976; Yusuf, 2000).
Kondisi tersebut diatas hendaknya sebagai sarana siswa untuk mematangkan kepribadiannya sehingga ia tumbuh untuk memahami kehidupan social yang terjadi disekelilingnya. Hanya saja peran guru dan orang tua serta masyarakat sangant diperlukan untuk mengontrol perkembangan remaja agar tidak menyimpang dari nilai-nilai budaya dan norma yang ada.
2. Kurikulum Sekolah Menengah : Penguatan Relevansi.
Kurikulum merupakan suatu rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai isi dan bahan pembelajaran serta sekaligus sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan dalam jenjang tertentu disekolah (Zais, 1975; Jamil; 1999). Kurikulum memberikan arah dan pedoman aygn jelas tentang proses pendidikan mulai dari tujuan, konsep dan arah pembelajran yang dilakukan pada jenjang sekolah tertentu. Kurikulum yang baik secara jelas mencerminkan beberapa aspek penting seperti tujuan dan hakikat pendidikan, tujuan dan hakikat kurikulum, asumsi mengenai peserta didik, proses pendidikan dan pengajaran, visi penyusunan kurikulum tentang harapan, tuntunan dan kebutuhan pemakai jasa pendidikan (Jamil, 1999).
Di Amerika bahwa perubahann kurikulum terjadi manakala terjadi peluncuran Sputnik tahun 1957, yang kemudian lahir suatu kurikulum sekolah dengan karakteristik seperti; (1) Penekanan pada ciri-ciri disiplin akademik tersendiri seperti Biologi, Kimia, Fisika, Geografi, Sastra dan bahas. (2) isi kurikulum meliputi konsep, ide pokok, prinsip-prinsip utama. (3) bentuk-bentuk penemuan, berpikir induktif, dan cara membimbing siswa untuk menemukan sesuatu secara mandiri. (4). Suatu variasi bahan yang digunakan seperti buku paket, film dan laboratorium (Unruh & Alexander, 1970).
Sampai saat ini bahwa kurikulum pendidikan nasional yang pernah berlaku yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994 sebagai kurikulum baru bagi perubahan system pembelajaran secara menyeluruh. Kurikulum 1968, 1975, dan 1984 masih merupakan kurikulum yang sangat sentralistik dalam semua system pembelajaran (Tilaar, 1995). Sedangkan setelah UUSPN No. 2. 1989 mulai diberlakukan sekitar 1990, maka system pendidikan nasional mengalami perubahan mendasar, yaitu penekanan pada arah pendidikan nasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dapat mendukung pendidikan nasional. Terkait dengan ini terbit juga PP No.2 Th. 1990 tentang Pendidikan Menengah, yang secara eksplisit memberikan arah pendidikan menengah untuk mempersiapkan siswa pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, memasuki dunia kerja dan melanjutkan keperguruan tinggi. Sehingga pendidikan menengah terbagi jelas menjadi pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Itulah sebabnya kemudian lahir kurikulum 1994 yang memberikan bagian penting dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kurikulum 1994 memberikan tekanan pada penekanan relevansi pendidikan dengan dunia kerja yang tampil melalui program keterkaitan dan kesepadanan (link and macth) (Dikbud, 1996). Pada tahun 1990-an beberapa kebijakan pendidikan menengah mulai diluncurkan seperti menata kembali pola penjurusan disekolah menengah; dimana sekolah umum dengan orientasi akademik kejuruan dengan orientasi professional. Pada sekolah menegah bahwa pola penjuruan hanya ada pada saat memasuki kelas tiga dengan pola IPA, IPS dan Bahasa. Sedangkan untuk mempersiapkan siswa untuk masuk dunia kerja ditempuh melalui jalur sekolah kejuruan, yang secara spesifik memberikan pendidikan dan khusus pada siswa unruk menjadi tenaga kerja professional pada tingkat dasar. Sedangkan kurikulum pada tahun 2002 inilebih melihat kurikulum sebagai langkah untuk membangun relevansi dan mutu pendidikan yang berkaitan dengan proses output dan outcome pendidkan. Sehingga kemunculan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) ini merupakan cermin dari upaya membangun demokratisasi pendidikan, yang meihat keragaman kemampuan peserta didik. Paling tidak ada beberapa asumsi penting yang menyebabkan pentingnya kurikulum berbasis kompetensi, yaitu: (1) Memperhatikan kemampuan dan potensi peserta didik yang akan dikembangkan oleh guru. (2) Adanya keragaman potenso peserta idik sehingga guru harus dapat membantu siswa menjembatani keragaman itu. (3) Pendidikan mengkondisikan lingkunagn agar peserta didik dapat mangembangkan potensinya. (4). Kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus dapat mengembangkan potensi-potensi seluruh peserta didik secara optimal (Mulyasa, 2002).
Nampaknya yang terpenting dalam kurikulum berbasis kompetensi ini adalah berupaya untuk memberikan apresiasi yang tinggi pada potensi-potensi yang dimiliki masing-masing siswa disekolah. Lebih-lebih pada jenjang sekolah menengah bahwa peserta didik, perkembangan intelektual siswa sudah cukup terarah, kecerendungan potensi yang dimilikinya telah nampak. Sehingga diharapkan bahwa secara lebih awal potensi-potensi dan kemampuan peserta didik telah mampu diarahkan dalam menjalankan pendidikan disekolah.

0 komentar on "Pend. Menengah 2"

Posting Komentar

 

novira tri risanti Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez